Saturday, December 31, 2022

Monetisasi sosial media untuk kepentingan pendidikan

Monetisasi Sosial Media untuk Kepentingan Pendidikan


 Penulis: Amrizal Muchtar


Saat ini, pandemi Covid-19 telah merevolusi beberapa sistem sosial kehidupan masyarakat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Salah satunya adalah di bidang pendidikan. Pandemi mengubah sistem pembelajaran anak sekolah dari sistem tatap muka ke sistem pembelajaran daring secara tiba-tiba. Tentu saja, harus diakui bahwa pembelajaran tatap muka jauh lebih baik. Namun apa daya, demi alasan kesehatan kita tetap harus  menerapkan   pembelajaran dari rumah.

Di bawah kepemimpinan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, telah banyak diterapkan ide-ide kreatif untuk mengefektifkan sistem pembelajaran daring ini. Salah satu ide yang cukup menarik untuk di dilakukan adalah monetisasi sosial media seperti Youtube oleh pemerintah dan hasil keuntungannya dimanfaatkan untuk menambah dana pendidikan siswa di Indonesia.

Saat ini hampir semua lembaga pendidikan menggunakan aplikasi video konferensi sebagai sarana komunikasi dalam sistem daring seperti software Zoom dan Microsoft teams. Keunggulan dari software ini adalah bisa menyajikan sistem pengajaran interaktif   mirip seperti sistem tatap muka tapi dari jarak jauh. 

Peluang di tengah Bencana

Walaupun aplikasi video konferensi sangat berjasa, sebenarnya sosial media Youtube menawarkan beberapa peluang luar biasa yang bagus untuk membantu proses pembelajaran daring dalam dunia pendidikan kita. Salah satu peluang besar adalah melakukan monetisasi YouTube untuk dana pendidikan.

Kita tahu bahwa youtube adalah aplikasi berbagi video yang bisa menghasilkan uang bagi pembuat kontennya. Saat ini youtuber dengan penghasilan tertinggi di Indonesia adalah Deddy Corbuzier. Artis ini, berdasarkan data Social Blade pada 10 Agustus 2021, mendapatkan penghasilan Rp 338 juta -.5,3 milyar per bulan dengan jumlah penonton rata-rata 93 juta orang per bulan.

Bagaimana kalau Departemen Pendidikan juga mengolah sebuah channel pendidikan terpusat yang berisi seluruh materi pelajaran di Indonesia, mewajibkan para siswa belajar dari situ dan kemudian memonetisasinya   dan hasilnya dikembalikan ke pelajar, mahasiswa atau pengajar sebagai dana segar untuk pendidikan?

         Menurut data kemendikbud, pada tahun 2020, ada 25,2 juta pelajar di Indonesia. Dengan asumsi bahwa apabila 50 % dari semua pelajar tersebut belajar dari satu chanel youtube departemen pendidikan selama minimal 4 jam setiap harinya dan 25 hari setiap bulannya maka akan ada minimal 1,25 milyar views dari seluruh pelajar Indonesia. Dengan asumsi perhitungan yang serupa dengan penghasilan dari Deddy Corbuzier maka potensi dana pendidikan yang bisa didapatkan setiap bulannya adalah Rp 4,5 milyar- Rp 71 milyar. Sungguh dana yang sangat besar yang bisa diperoleh tanpa memberatkan keuangan negara. Dana ini bisa dipakai untuk menyediakan koneksi internet secara gratis bagi orang-orang di wilayah terpencil yang yang belum memiliki infrastruktur komunikasi yang bagus. Ini juga bisa dipakai untuk membelikan ribuan HP pintar kepada masyarakat yang kurang mampu sehingga ancaman putus sekolah bisa diminimalisir.

   Tentunya ini  membutuhkan organisasi atau manajemen channel YouTube yang profesional dan juga upaya sentralisasi materi bahan pendidikan di seluruh Indonesia. Sebenarnya kurikulum yang sama yang berlaku di seluruh Indonesia sangat memungkinkan sentralisasi pendidikan melalui YouTube. Materi pelajaran yang diajarkan di tingkatan kelas yang sama  harusnya adalah serupa karena kurikulumnya sama. Jadi bisa dibuatkan  satu materi pembelajaran untuk topik tertentu oleh guru yang dipilih memiliki cara penyampaian materi yang menarik dan mudah dimengerti. Dengan target penonton pada tingkatan kelas tertentu dan  dengan manajemen  yang bagus maka akan ada ada ratusan materi pelajaran yang baik di channel YouTube tersebut yang akan mengundang miliaran penonton (view) setiap bulannya dan menghasilkan dana pendidikan yang luar biasa jumlahnya.

Lantas bagaimana peranan dari sekolah-sekolah lokal yang ditempati oleh siswa yang belajar daring? Tentu saja tetap masih ada. Penyampaian dengan mediasi YouTube yang yang sistemnya tidak  interaktif  bisa saja  akan lebih susah dimengerti dibanding yang interaktif. Disinilah peran sekolah lokal untuk menambahkan  pertemuan tambahan  kepada siswa  yang sudah menonton pembelajaran via media YouTube lewat media aplikasi konferensi video seperti Zoom atau Microsoft teams. 

Kelebihan YouTube tidak hanya dari peluang monetisasinya. Dibandingkan aplikasi interaktif seperti Zoom, efektivitas YouTube dalam pembelajaran daring bisa lebih baik. Aplikasi konferensi interaktif seperti Zoom hanya bisa dipakai di satu waktu tertentu sesuai kesepakatan waktu antara guru dengan murid. Tapi untuk YouTube, ini bisa di nonton kapanpun si murid memiliki waktu. YouTube sebenarnya juga memiliki fasilitas interaktif tapi berupa komentar. Jadi, jika ada yang bingung tentang materi pelajarannya bisa langsung di komentar. Apabila ternyata banyak pertanyaan serupa yang muncul maka admin dari channel tersebut bisa membuat satu video khusus untuk pertanyaan tersebut.

Kekurangan dari aplikasi Zoom dan sejenisnya adalah ini membutuhkan kecepatan internet yang kuat karena bersifat interaktif dan ini tidak semua tersedia di seluruh pelosok Indonesia. YouTube memiliki fleksibilitas dalam hal resolusi, sehingga untuk yang memiliki kecepatan internet lambat bisa memilih menonton video dengan resolusi yang yang rendah.  Untuk lokasi dengan  kecepatan internet tidak stabil pada saat-saat tertentu, maka videonya nya bisa didownload pada saat kecepatan internet lagi bagus dan di nonton tanpa perlu kuota internet. Untuk daerah yang sama sekali tidak memiliki jaringan internet, maka bisa dibantu dengan menaruh video tersebut dalam suatu DVD dan kemudian dikirimkan lewat pos ke area tersebut. 


Mudah-mudahan tulisan ini bisa memberikan manfaat dan inspirasi kepada seluruh pihak. 

 

*Penulis adalah Dosen di Universitas Muslim Indonesia, Mengambil Program PhD di Jepang










No comments:

Menghapal tanpa tahu artinya tak termasuk mempelajari Alquran

Menghafal Tanpa Tahu Artinya, Tak Termasuk Mempelajari Al-Qur’an!  ibtimes.id/menghafal-tanpa-tahu-artinya-tak-termasuk-mempelajari-al-quran...