Jumat lalu, tanggal 11 Maret 2011, kita semua tersentak melihat peristiwa tsunami di jepang secara Langsung dari televisi. Dua stasiun berita Indonesia, Metro TV dan TV one, merelay langsung peristiwa tsunami jepang dari NHK channel.
Merinding bulu kudukku, saat melihat peristiwa ini. Sungguh peristiwa maha dashyat. Bencana alam termahal di dunia terjadi saat itu. Di saat kita di Indonesia lagi santai duduk, ngopi, sambil ngenet, di Jepang, orang-orang dikejar air laut, mobil-mobil dihanyutkan, kapal-kapal dari yang kecil sampai yang besar dimain-mainkan oleh air.
Sekarang pun, saat menulis artikel ini, saya masih merinding. Kepala saya tegang.
Peristiwa dahsyat ini sungguh tidak bisa diramalkan. Sebuah gempa jepang berkekuatan 8,9 skala ritcher, yang paling kuat sepanjang sejarah jepang, mengguncang bangunan-bangunan di Jepang. Pusat gempa berada di lepas pantai timur laut Jepang.
Beberapa menit setelah gempa, datanglah tsunami yang maha dahsyat ke daratan Jepang. Tingginya tidak tanggung-tanggung, mencapai 10 meter. Tsunami inilah yang menyebabkan kerusakan paling parah dan menyebabkan jumlah korban paling banyak.
Saya langsung teringat dengan tsunami di Aceh yang terjadi 26 desember 2004 lalu. Tsunami ini memakan korban sampai 200.000 korban jiwa.
Tsunami Jepang yang langsung disiarkan detik demi detik di televisi membuatku terharu sampai menangis karena takut. Begitu mudahnya Allaj mengambil nyawa orang-orang yang Dia kehendaki. Begitu mudahnya Allah menghancurkan tempat-tempat yang Dia kehendaki.
Jepang, dengan teknologi yang begitu maju tidak sanggup mencegah peristiwa ini. Bahkan meramalkan pun, negeri matahari terbit ini tidak bisa. Bagaimana dengan negeri kita yang sangat jauh kondisinya, bagaikan langit dan bumi.
Tsunami di Jepang sampai saat ini diperkirakan menelan korban di atas 10.000 jiwa. Ratusan juta dollar lenyap dengan hancurnya aset-aset Jepang berupa gedung, rumah, dan infrastruktur lainnya. Belum lagi dengan meledaknya reactor nuklir di Fukushima.
Peristiwa ini mengingatkan kita lagi tentang betapa rapuhnya manusia. Betapa mudahnya nyawa ini dicabut oleh Tuhan. Bolehlah saat ini kita yang menonton Jepang di hancurkan tsunami. Tapi bukan tidak mungkin suatu saat kita yang ditonton oleh manusia-manusia lain.
Yang kita perlu tanyakan, apakah kita siap untuk dicabut nyawa kita seperti itu. Apakah bekal kita sudah cukup untuk berpindah ke dunia lain selama-lamanya?
Boleh jadi ini adalah awal dari kiamat dunia.
Merinding bulu kudukku, saat melihat peristiwa ini. Sungguh peristiwa maha dashyat. Bencana alam termahal di dunia terjadi saat itu. Di saat kita di Indonesia lagi santai duduk, ngopi, sambil ngenet, di Jepang, orang-orang dikejar air laut, mobil-mobil dihanyutkan, kapal-kapal dari yang kecil sampai yang besar dimain-mainkan oleh air.
Sekarang pun, saat menulis artikel ini, saya masih merinding. Kepala saya tegang.
Peristiwa dahsyat ini sungguh tidak bisa diramalkan. Sebuah gempa jepang berkekuatan 8,9 skala ritcher, yang paling kuat sepanjang sejarah jepang, mengguncang bangunan-bangunan di Jepang. Pusat gempa berada di lepas pantai timur laut Jepang.
Beberapa menit setelah gempa, datanglah tsunami yang maha dahsyat ke daratan Jepang. Tingginya tidak tanggung-tanggung, mencapai 10 meter. Tsunami inilah yang menyebabkan kerusakan paling parah dan menyebabkan jumlah korban paling banyak.
Saya langsung teringat dengan tsunami di Aceh yang terjadi 26 desember 2004 lalu. Tsunami ini memakan korban sampai 200.000 korban jiwa.
Tsunami Jepang yang langsung disiarkan detik demi detik di televisi membuatku terharu sampai menangis karena takut. Begitu mudahnya Allaj mengambil nyawa orang-orang yang Dia kehendaki. Begitu mudahnya Allah menghancurkan tempat-tempat yang Dia kehendaki.
Jepang, dengan teknologi yang begitu maju tidak sanggup mencegah peristiwa ini. Bahkan meramalkan pun, negeri matahari terbit ini tidak bisa. Bagaimana dengan negeri kita yang sangat jauh kondisinya, bagaikan langit dan bumi.
Tsunami di Jepang sampai saat ini diperkirakan menelan korban di atas 10.000 jiwa. Ratusan juta dollar lenyap dengan hancurnya aset-aset Jepang berupa gedung, rumah, dan infrastruktur lainnya. Belum lagi dengan meledaknya reactor nuklir di Fukushima.
Peristiwa ini mengingatkan kita lagi tentang betapa rapuhnya manusia. Betapa mudahnya nyawa ini dicabut oleh Tuhan. Bolehlah saat ini kita yang menonton Jepang di hancurkan tsunami. Tapi bukan tidak mungkin suatu saat kita yang ditonton oleh manusia-manusia lain.
Yang kita perlu tanyakan, apakah kita siap untuk dicabut nyawa kita seperti itu. Apakah bekal kita sudah cukup untuk berpindah ke dunia lain selama-lamanya?
Boleh jadi ini adalah awal dari kiamat dunia.
1 comment:
Judulnya tidak setegang isinya, bro..alias tidak nyambung...
Post a Comment