MERAH PUTIH
Sejak tadi mataku tak lekang dari pengemis perempuan yang berjalan dengan gontai di antara kendaraan yang berhenti karena lampu merah itu. Tangannya yang memegang gelas besi putih digoyang-goyangkan ke arah seorang pengendara motor bebek. Sesaat kemudian bertambahlah isi gelas itu seribu rupiah.
Edan! Umpatku dalam hati. Mudah amat orang itu dapat uang. Mungkin penghasilannya sebulan lebih tinggi dariku. Bagaimana kalau aku jadi pengemis juga? Aku bertanya pada diri sendiri. Aku mungkin tidak perlu bangun terlalu pagi dan buru-buru menunggu bis untuk ke kantor. Aku juga tidak perlu dapat omelan bos karena kesalahan-kesalahan yang sepele. Hidup bisa jadi lebih bebas.
Aku bangkit dari kursi kayu panjang di depan toko fotokopi dekat kantor. Aku mendengus kesal. Kulirik arlojiku. Kayaknya Heri tidak akan datang lagi hari ini. Dia selalu saja ingkar janji. Lebih baik aku pulang sekarang.
Aku berbelok ke kanan. Sinar matahari sangat terik. Rasanya seperti membakar kulitku. Kulirik arloji peninggalan ayahku. Hampir jam tiga.
Aku mengeluh dalam hati. Apalagi alasan yang akan kukatakan pada ibu kosku? Ia pasti tidak akan percaya kalau kukatakan aku membantu temanku yang dirawat di rumah sakit sehingga tidak bisa bayar kos hari ini. Itu alasanku bulan lalu.
Kalau aku terus terang bahwa gajiku bulan ini terpaka untuk mengganti inventaris kantor berupa komputer yang kurusak, tentu ia lebih tidak terima.
Seratus meter lagi aku sampai di halte bis. Aku melewati gang sempit yang sangat bau. Aneh juga, pikirku. Sudah
"Toloong!" terdengar suara rintihan.
Aku terkejut. Segera kucari asal suara itu.
"Tolong!" suara itu lagi.
"Kamu dimana?" seruku.
"Di sini." Asalnya dari gerobak sampah di ujung jalan.
Aneh, tidak ada siapa-siapa di sini, pikirku.
"Tolong bawa aku keluar dari tempat busuk ini." pintanya.
"Tapi kamu dimana? Aku tidak melihat siapa-siapa di sini."
"Kamu melihat bendera merah putih, tidak?"
"Tidak." sahutku sedikit takut. Jangan-jangan
"Carilah." Suara itu semakin memohon."Tolonglah aku."
Aku mengambil setangkai kayu disana. Lalu kuaduk-aduk sampah itu. Ya, benar.
"Tolong bawa aku pergi dari tempat ini."
Aku tersentak. Bendera itu bicara? Aku pasti sudah gila. Aku bersiap-siap. Ini pasti hantu.
"Jangan lari. Kamu mau jadi kaya
Aku kembali melihatnya. Ya, aku sangat ingin jadi kaya. Perlahan-lahan kupungt bendera itu.
########
Bendera itu berukuran dua kali satu meter. Besar sekali. Seingatku yang seukuran itu cuma bendera pusaka
"Tolong cuci aku sampai bersih." pinta bendera itu. "Aku tidak tahan dengan bau busuk ini."
Kuikuti keinginannya. Mudah-mudahan dia benar-benar bisa membuatku kaya. Ketika kujemur di luar kamar kosku, temanku, Zaki, keheranan.
"Mau kamu apakan bendera jelek itu, Man?"
Aku tersenyum. "Tahu nggak kalau bendera ini-" Aku hampir mengatakan bahwa bendera ini bisa bicara. Tapi kuurungkan. Pasti dia akan menganggapku gila.
Setelah kering aku membawanya ke dalam kamar. Ini saat bagi bendera itu untuk menepati janjinya.
"Nah, bagaimana kau bisa membuatku kaya?" tanyaku setelah meletakkannya di atas kasur dalam keadaan terlipat.
"Tenang dulu." katanya. "Kamu harus dengar dulu ceritaku."
"Ok, aku menunggu."
Dia mulai bercerita. "Aku sebenarnya berasal dari
"Jadi kamu salah. Yang membuatmu istrinya, bukan Pak Malik."
"Ya, dua-duanya.
Setelah tiga puluh
Aku mendengarnya dengan penuh seksama. Aku sama sekali tidak menyangka peristiwanya setragis itu.
"Lantas aku dibuang ke laut."
Ia berhenti bicara.
"Lalu apa?" Aku penasaran.
"Di laut aku terkatung-katung. Tiba-tiba saja terpetik hal yang sebelumnya tidak pernah terpikirkan. Kenapa bendera merah putih seperti aku bisa memiliki sifat-sifat seperti manusia? Aku bisa merasa senang ketika diarak keliling
Aku lalu berdoa. "Ya, Tuhan, hilangkanlah sifat-sifat manusia ini dariku. Punya perasaan itu sangat tidak enak. Apalagi kalau sedang menderita."
Tiba-tiba saja aku seperti mendengar sesuatu. "Kamu bisa menghilangkan sifat-sifat manusiamu apabila kamu bertemu kembali dengan pemilikmu yang dulu. Dan untuk menolongmu, kamu akan dianugerahi kemampuan bicara pada orang yang bernasib
"Jadi aku orang yang bernasib
"Iya."katanya tanpa ragu. "Aku mohon, tolonglah pertemukan aku kembali dengan pemilikku, Pak Malik. Agar aku bisa menghilangkan sifat-sifat manusia ini dari diriku."
"Tapi bagaimana caranya? Timor-timur bukan lagi wilayah
Kami terdiam. Berusaha memikirkan caranya.
"Ngomong-ngomong" Aku membuka suara. "Bagaimana dengan janjimu membuatku kaya?"
"Maafkan aku. Aku ... bohong."
"Apa?" Telingaku memerah. Aku paling benci orang membohongiku. Apalagi oleh bendera. Aku sangat marah.
"Maafkan aku." Bendera itu memohon.
"Aku tahu cara untuk menghilangkan sifat manusiamu itu."
"Bagaimana? Bagaimana?" Dia gembira.
Aku membawa bendera itu keluar dengan terlebih dahulu menyambar korek dan tempat minyak tanah.
Kusirami bendera itu dengan minyak tanah.
"Apa yang kau lakukan?" Bendera itu panik.
Kunyalakan korek api.
"Satu-satunya cara untuk menghilangkan sifat manusiamu itu adalah dengan menghilangkanmu dari muka bumi."
"Jangan!" teriaknya.
Terlambat. Api telah menjilatnya. Tiba-tiba aku sadar.Bendera itu bisa merasakan sakit.
Tapi aku tidak berbuat apa-apa lagi, kecuali melihatnya. Aku tertawa dalam hati. Siapa suruh kau membohongiku!
Amrizal,
Didigitalkan Makassar, 6 September 2007
www.penjelajahwaktu.blogspot.com
4 comments:
hahha...saya terus terang kaget dan takjub dgn endingnya. ndak seperti drama sinetron atau Pelleng india yg sudah bisa ketebak akhirnya, hanya dgn membaca/menonton sekelebat. sa suka gak bertuturta.
cuman sa kira yg perlu direview;
- terlalu banyak AKU dalam cerpen itu, kebanyakan AKU bisa bikin pembaca eneg
- pemilihan kata sambung, misalnya berjalan 'dengan' gontai, agak kurang sedap...kenapa gak ditulis saja berjalan gontai....
eniwei, sa suka cerpenta...sgt orisinal..:)
http://daengrusle.com
haaa keren banget ceritanyaa
[url=http://cialisnowdirect.com/#cynim]cialis 10 mg[/url] - cheap cialis online , http://cialisnowdirect.com/#rkjjf cialis online
[url=http://viagranowdirect.com/#qnyjo]order viagra[/url] - viagra 50 mg , http://viagranowdirect.com/#iqyat viagra 25 mg
Post a Comment