Tuesday, July 24, 2007

Perpustakaan Gramedia

Perpustakaan Gramedia

Entah sejak kapan saya menjadikan Gramedia sebagai salah satu "perpustakaan" saya. Ya, saya menganggap Gramedia itu hampir sama dengan perpustakaan umum lain dimana kita bisa baca buku secara "gratis". Tapi ini dengan koleksi buku-buku yang lebih bagus.
Mungkin sudah ratusan buku yang saya baca gratis dari toko buku ini. Buku terakhir yang saya ingat FINANCIAL REVOLUTION karya Tung Desem Waringin, MENJADI PENGUSAHA TIDAK KAYA, PERCUMA, karya Safir Senduk, CARA MENJADI HACKER, dan puluhan buku-buku bestseller lainnya.
Saya sebenarnya tidak terlalu yakin kalau ini adalah hal yang etis. Tapi saya sama sekali tidak dapat membendung rasa penasaran terhadap buku-buku tersebut. Sejak dulu minat baca saya memang tinggi, terutama terhadap topik-topik yang menarik bagi saya seperti topik pengembangan kepribadian, fiksi, sejarah tokoh-tokoh terkenal, how to, dan agama. Apalagi kalau melihat bentuk, judul, dan sinopsis buku zaman sekarang yang dirancang sedemikian rupa untuk menggoda pembaca.
Minat baca tinggi yang tidak disertai kekuatan finansial yang baiklah yang awalnya mendorong saya "memanfaatkan" gramedia. Tiap kali ke gramedia, saya bisa membaca lebih dari enam buah buku. Dan semuanya itu sering merupakan buku bestseller. Saya bisa membaca buku tersebut karena pada tiap kumpulan buku biasanya selalu terdapat satu buku yang segelnya terbuka. Dan inilah incaran saya.
Awalnya saya merasa ragu menjalankan "hobi" saya ini. Tapi belakangan saya mendapati bahwa Gramedia ternyata mulai menyokong orang-orang seperti saya. Hampir semua Gramedia yang sudah saya datangi, seperti Gramedia Cibinong, Pondok Indah, dan Bintaro, menyediakan kursi buat para pengunjung untuk membaca. Dan pada tiap kumpulan buku pun selalu disediakan satu buku tidak tersegel yang bisa "dimangsa" isinya. Karena itu hati saya sekarang ini tidak terlalu merasa bersalah lagi.
Namun, walaupun memang ada larangan, saya rasa itu tidak akan bisa menghentikan kebiasaan saya ini (he he, bandel ya). Saya ingat waktu masih tinggal di Makassar, "hobi" saya ini ditentang keras oleh para toko buku. Kata-kata seperti "dilarang duduk", "dilarang membaca", "ini bukan taman bacaan", beberapa kali saya temui, tapi tetap saja saya bisa membaca setidaknya satu buku tiap kali datang ke toko buku. Larangan duduk tidak bisa menghalangi saya, karena jika saya tertarik terhadap satu buku tertentu, saya bisa terpaku berdiri di tempat, membaca buku tersebut dari halaman pertama sampai terakhir. Ya, tentu saja bukan buku yang sangat tebal macam Harry Potter. Tapi bisalah setebal buku fenomenal seperti "Financial Revolution" karya Tung Desem Waringin.
Awalnya saya memang melakukan hal ini karena kelemahan finansial. Tapi sekarang bukan itu alasannya. Dengan profesi sebagai dokter, saya sebenarnya bisa membeli beberapa buku tiap bulan, tapi saya merasa itu tidak efisien. Dulu saya pernah beberapa kali membeli buku, yang ternyata saya hanya baca sekali, dan selanjutnya buku itupun nganggur di rumah. Hanya sekali dua kali saya menyentuhnya. Saya merasa rugi kalau membeli buku seperti itu lagi. Buku seperti itu saya rasa cukup dibaca di toko atau perpustakaan atau disewa di tempat rental buku yang sekarang banyak menjamur. Kini saya lebih selektif dalam membeli buku. Saya hanya membeli buku yang bersifat "abadi". Maksudnya buku yang bisa terus bermanfaat, baik bagi saya maupun bagi orang lain. Buku yang saya maksud dan memang saya pernah saya beli adalah seperti "7 Kebiasaan Remaja yang sangat efektif", "Belajar Bahasa Arab sistem 30 hari", "Kiat bermain Gitar", "Menjadi Penulis Skenario Profesional", "Terapi Mata" dan masih banyak lagi.
Saya merasa mendapatkan sangat banyak ilmu dengan cara seperti ini. Saya tidak pernah merasa merugikan pihak toko buku, karena saya selalu membaca buku dengan rapi. Saya tidak pernah merusak buku yang saya baca.
Harusnya sih perpustakaan umum yang mewadahi orang-orang seperti saya, tapi lihat saja kondisi perpustakaan umum sekarang. Selain koleksinya yang kebanyakan buku lama, jumlah perpustakaan umum pun sedikit, sehingga biaya dan waktu transpor ke tempat tersebut menjadi penghalang tambahan. Bandingkan saja dengan toko buku seperti Gramedia. Sudah tempatnya ber-AC, koleksi bukunya banyak dan baru, tempatnya pun banyak.
Saya bukannya menyanjung-nyanjung Gramedia. Tapi dari fakta yang ada, memang Gramedialah toko buku paling banyak di negeri ini. Ada sih toko buku lain seperti Mizan dan Karisma, tapi ini masih sangat sedikit. Mudah-mudahan toko buku lain bisa melaju pesat seperti halnya Gramedia.
Tantowi Yahya, duta buku di Indonesia, pernah mengatakan bahwa untuk meningkatkan minat baca di Indonesia, setiap mal di Indonesia akan dianjurkan membangun perpustakaan dalam mal. Ini karena mal menjadi salah satu tempat yang paling banyak dikunjungi oleh masyarakat. Saya pikir dengan adanya toko buku di mal seperti Gramedia, dan Karisma yang membolehkan pengunjung membaca koleksi bukunya, maka hal itu sudah terwujud. Hanya perlu dimarakkan lagi, karena tidak semua mall ada toko bukunya.
Tapi sebagai pengunjung yang numpang baca, kita juga tetap harus menjaga buku itu dengan baik. Tidak membuatnya lecek atau terlipat karena biar bagaimanapun buku tersebut adalah barang jualan.
Jadi selamat berburu ilmu di "Perpustakaan Modern"
Amrizal, 20 Juli 2007

No comments:

Menghapal tanpa tahu artinya tak termasuk mempelajari Alquran

Menghafal Tanpa Tahu Artinya, Tak Termasuk Mempelajari Al-Qur’an!  ibtimes.id/menghafal-tanpa-tahu-artinya-tak-termasuk-mempelajari-al-quran...